Urgensi Amal Jama’i dan Berjamaah

Kelemahan ummat Islam paling dasar saat ini adalah Perpecahan, kurangnya persatuan hingga berjamaah. Permasalahan ummat jarang dibicarakan apalagi komunikasi untuk tabayyun.
Abdullah ibnu Mas’udra berkata: “Jama’ah adalah tali Allah yang kuat yang Dia perintahkan untuk memegangnya. Dan apa yang kalian tidak sukai dalam jama’ah dan ketaatan adalah lebih baik dari apa yang kamu sukai dalam perpecahan”.
Dalam kehidupan seorang muslim, beramal jama’i (gerakan bersama) dan berjama’ah adalah sebuah keniscayaan. Tidak ada satu orang pun dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan pertolongan orang lain.
Orang yang kaya membutuhkan simiskin untuk membantu tugas-tugas sehari-harinya. Orang miskin pun membutuhkan orang kaya. Jika dalam kehidupan saja kita tidak terlepas dari amal jama’i, maka dalam sebuah perjuangan mencapai tujuan tertentu, atau cita-cita tertentu, maka amal jama’i lebih sangat dibutuhkan.
Para pendahulu kita dahulu tidak mungkin dapat mewujudkan Indonesia Merdeka tanpa adanya amal jama’i (kerjasama). Demikian juga, sehebat apapun seorang Nabi atau Rasul tidak mungkin dapat mewujudkan Negara Madinah tanpa adanya kerjasama antara kaum muslimin, terutama kaum Muhajirin dan Anshar.
Oleh karena itu kerjasama atau amal jama’i mutlak dilakukan dalam mewujudkan sebuah cita-cita atau tujuan.
Lalu, apa sebenarnya yang mengharuskan kita ber-amal jama’i? Amal jama’I adalah tabiat alam. Tata surya adalah amal jama’i, ada yang memimpin dan ada yang dipimpin.
Amal jama’i adalah sebuah sunatullah. Tiada seekor semut pun dapat membuat sarang untuk menyimpan makanannya tanpa adanya kerjasama diantara mereka. Mereka selalu berjamaah dalam bekerja.
Mereka saling bersalaman ketika bersua. Demikian juga dalam kehidupan lebah, mereka mempunyai tugas masing – masing dalam mengembangkan dirinya dan diantara mereka tercipta kerjasama yang harmonis dalam bekerja.
Manusia adalah makhluk sosial. Nabi Adam telah disediakan segala kenikmatan surga, namun beliau masih saja merasa kurang jika tidak ada teman hidupnya. Maka kita pun demikian, dalam kehidupan sehari – hari tak akan mampu hidup sendiri melainkan membutuhkan bantuan orang lain.
Oleh karena itu,kita sebagai muslim, harus memahami bahwa dakwah secara jama’ah adalah dakwah yang paling efektif dalam gerakan Islam. Sebaliknya dakwah sendirian akan kurang pengaruhnya dalam usaha menanamkan ajaran Islam pada umat manusia.
Beramal jama’i (bergerak secara bersama) akan menguatkan orang – orang yang lemah. Akan menambah kekuatan bagi orang – orang yang sudah kuat. Satu batu bata saja akan tetap lemah betapapun matangnya, ribuan batubata yang berserakan tidak akan membentuk sebuah kekuatan kecuali ia telah menjadi dinding, yaitu antara batubata yang satu dengan yang lainnya telah direkatkan dan disusun secara rapi.
Hidup berjama’ah dan ber-amal jama’i adalah keniscayaan bagi setiap muslim sebagaimana niscayanya makan nasi bersama lauknya. Perlu direnungkan kembali kata – kata Ali bin Abi Thalib yang sangat masyhur ;
اَلْحَقُّ بِلاَ نِظَامٍ يَغْلِبُهُ اْلبَاطِلُ بِالنِّظَامِ
“Kebenaran yang tidak diorganisir dapat dikalahkan oleh kebatilan yang diorganisir.”
Dalam amal jama’I dan berjamaah peran Akhlak dan Adab sangat penting, karena berhubungan dengan sesame muslim. Moral (akhlak) mulia adalah tujuan utama dari risalah Islam, seperti yang dinyatakan oleh Rasulullah saw. Dalam hadits ;
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya, aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (H.R Ahmad).
Akhlak mulia adalah bukti dan buah dari keimanan yang benar. Iman tidak berarti apa-apa jika tidak melahirkan akhlak. Hal ini disinyalir oleh Rasulullah saw. Dalam sabdanya,:
لَيْسَ الْإِ يْمَانِ بِالتَّحَلِّى وَلَا بِالتَّمَنِّى، وَلٰكِنْ مَا وَقَرَ فِى الْقَلُوبِ وَصَدَّ قَتْهُ الْأَ عْمَالُ
“Iman bukanlah angan-angan kosong, tetapi sesuatu yang terpatri di dalam hati dan dibuktikan dengan perbuatan.” (H.R. ad-Dailami).
Akhlak mulia adalah implementasi berbagai bentuk ibadah dalam Islam. Tanpa akhlak, ibadah hanya menjadi ritual dan gerakan yang tidakmemiliki nilai dan manfaat. Maka sudah seharusnya kita sebagai umat yang sudah memahami akan hal tersebut dapat memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a) Menjaga lidah
b) Malu (haya’)
c) Pemaaf dan sabar
d) Jujur, berkata benar
e) Rendah hati
f) Menjauhi prasangka, ghibah, dan mencari cela sesama Muslim
g) Dermawan dan pemurah
h) Menjadi teladan yang baik
Inilah bentuk Islam yang syumuliyah sebagai akhlaq, yang senantiasa menyertai setiap perkataan dan perbuatan yang dilakukan.
Oleh: Arif Sulfiantono, MAgr MSI.
Disampaikan saat #ngopiahadmalam di Masjid Baiturachim patangpuluhan.