MENGENAL PENYAKIT HATI, PENYEMBUHAN, DAN KESEHATANNYA
MENGENAL PENYAKIT HATI, PENYEMBUHAN, DAN KESEHATANNYA (TAZKIYATUN NAFS BAB 13)*)
Penyucian jiwa terdiri dari dua sisi penting, yaitu takhliyah (mengosongkan jwa dari berbagai sifat tercela) dan tahliyah (menghiasinya dengan berbagai sifat terpuji).
Setiap anggota tubuh diciptakan untuk suatu fungsi tertentu, sedangkan sakitnya anggota tubuh itu adalah bila tidak berfungsi sebagaimana semestinya. Sakitnya mata adalah ketidamampuannya untuk melihat.
Begitu pula sakitnya hati adalah tidak berjalannya fungsi hat sesuai tujuan penciptaannya, yaitu menyerap ilmu, hikmah dan ma’rifah mencintai Allah, beribadah kepada-Nya, merasakan kenikmatan mengingat-Nya (berzikir) & lebih mengutamakan semua itu daripada semua keinginan lain.
Dalam bersikap terhadap harta ambl sikap pertengahan, keseimbangan antara tabdzir (sikap terlalu berlebihan) dan taqtir (terlalu pelit). Untuk mengetahui pertengahan, perhatikanlah perbuatan yang disebabkan oleh akhlak yang terlarang.
Jika perbuatan itu terasa lebih mudah dan lebih enak bagi diri Anda daripada lawan perbuatan, maka Anda telah didominasi oleh akhlak terlarang yang membuahkan perbuatan itu, seperti halnya jika menahan dan menumpuk harta, lebih terasa enak dan mudah bagi Anda daripada mendermakannya kepada orang yang berhak menerimanya. Ketahuilah bahwa Anda telah didominasi oleh akhlak bakhil (sifat pelit).
Tetapi jika mendermakannya kepada orang yang tidak berhak terasa lebih ringan dan enak bagi Anda, maka ketahuilah bahwa Anda telah dikuasai sikap tabdzir (terlalu berlebihan), sehingga Anda harus kembali menahan harta itu.
Cara Mengetahui Aib Diri Sendiri
Jika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Ia akan menjadikan hamba itu melihat berbagai aib dirinya sendiri. Siapa yang memiliki bashirah (penglihatan dengan mata hati) yang tajam, akan melihat berbagai aib dirinya.
- Hendaknya ia duduk di hadapan syekh yang mengetahui berbagai aib jiwa dan jeli terhadap berbagai cacat yang tersembunyi. Kemudian syekh dan gurunya itu memberitahukan berbagai aib dirinya dan cara mengetahuinya.
- Hendaknya ia mencari seorang teman yang jujur, sangat mengetahui, dan kuat beragama, kemudia menjadikannya sebagai pengawas dirinya agar selalu memperhatikan berbgai keadaan dan perbuatannya. Kemudian ia menunjukkan kepada berbagai akhlak tercela, tingkah laku yang tidak baik, dan aib-aibnya baik yang zhahir ata yang batin. Hal inilah yang dilakukan oleh orang-orang cerdas dan pemimpin-pemimpin besar.
- Hendaknya ia memanfaatkan lisan para musuhnya untuk mengetahui aib-aib dirinya sendiri karena pandangan kebencian mengungkapkan segala keburukan. Seseorang yang mempunyai bashirah selalu mengambil manfaat dari perkataan musuhnya karena keburukan-keburukannya pasti tersebar melalui omongan mereka.
- Hendaknya ia berinteraksi dengan masyarakat, lalu setiap hal yang dilihatnya tercela di tengah kehidupan masyarakat hendaknya ia menuntut dirinya untuk mempertanggungjawabkan hal itu dan menisbatkannya kepada dirinya. Sebabnya adalah karena seorang mukmin bagaikan cermin bagi saudaranya yang mukmin, sehingga ia dapat melihat aib-aib dirinya melalui aib-aib orang lain.
Wallaahu’alam.
*) oleh Arif Sulfiantono (pengasuh kajian NGOPI, Ngobrol Perkara Islam tiap Ahad malam), disarikan dari Kitab Tazkiyatun Nafs, Intisari Ihya Ulumuddin karya Syaikh Sa’id Hawwa.