HIJRAH NABI BUKAN 1 MUHARRAM*)
HIJRAH NABI BUKAN 1 MUHARRAM*)
Hari Sabtu tanggal 30 Juli 2022 depan adalah tahun baru Islam 1 Muharram 1444 Hijriyah. Bagi ummat Islam terutama di Indonesia bulan Muharram emiliki banyak keistimewaan, di Jawa menjadi tahun baru Suro.
Namun, banyak yang mempercayai bahwa Nabi Muhammad Saw hijrah pada awal bulan bulan ini. Padahal, tidak demikian adanya. Lalu kapan hijrahnya Nabi Muhammad Saw yang sebenarnya?
1. Pendapat Pertama
Pendapat pertama mengatakan bahwa Nabi berhijrah pada bulan Rabiul Awal. Nabi Muhammad Saw berhijrah dari Makkah ke Madinah pada awal Rabiul Awal. Kemudian, beliau memasuki perkampungan Quba di dekat Madinah, pada 12 Rabiul Awal. Pendapat ini yang populer dan diamini mayoritas ulama (jumhur).
Dalam Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam berkata, Nabi membawa rombongannya ke Bani Amr ibn Auf pada 12 Rabiul Awal malam Senin. Ibnu Katsir juga berkata bahwa Nabi tinggal bersama mereka di Bani Amr ibn Auf pada Senin Rabiul Awal.
Ibnu Al Qayyim dalam Zad Al-Ma’ad mengatakan, kemudian keduanya (Rasulullah Saw dan Abu Bakar) mengambil jalan pinggir, ketika sampai Madinah, tepatnya pada 12 Rabiul Awal malam
Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah Wa An-Nihayah mengatakan, As Suhaili dan lainnya menukilkan riwayat dari Imam Malik, bahwa awal tahun Islam adalah Rabiul Awal karena pada bulan itulah Nabi hijrah ke Madinah.
2. Pendapat Kedua
Namun, ada juga pendapat menyatakan bahwa .Nabi Muhammad Sawberhijrah pada awal Shafar. Namun, pandangan yang terkenal di kalangan umat Islam adalah pendapat yang pertama, yaitu pada awal Rabiul
Jika Nabi hijrah bukan pada Muharram, lalu mengapa penanggalan Hijriah dimulai dengan bulan Muharram?
Sebagaimana diketahui bahwa sejarah penentuan awal penanggalan Hijriyah terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab Ra. Saat musyawarah perumusan bulan pertama penanggalan Hijriah, beberapa sahabat ada yang mengusulkan agar penanggalan Islam diawali dengan Rabiul Awal, merujuk pada hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ada pula yang mengusulkan Ramadhan dan Rajab.
Akan tetapi, ada beberapa sahabat yang juga mengusulkan untuk menjadikan Muharam sebagai awal kalender hijriah. Karena, bulan tersebut jatuh setelah Dzulhijah, yakni bulan diwajibkannya ibadah haji yang merupakan akhir dari lima rukun Islam.
Dari beberapa usulan yang muncul, Khalifah Umar kemudian memilih Muharram sebagai awal tahun Hijriyah. Salah satu dasar yang dijadikan acuan pengesahan Muharam menjadi bulan pertama kalender Hijriyah adalah peristiwa Baiat Aqabah kedua yang terjadi pada akhir Dzulhijah.
Baiat itu berisi kesepakatan perlunya Nabi Muhammad Saw dan umat Islam melakukan hijrah ke Madinah, sehingga ada sebagian sahabat yang sudah memulai hijrah pada Muharam.
Al-Hafiz Ibnu Hajar telah mengumpulkan beberapa riwayat yang merujuk pada Muharram untuk menjadi awal tahun Hijriyah. Ibnu mengatakan demikian dalam kitab Fath Al-Bari:
وإنما أخروه من الربيع الأول إلى المحرم؛ لأن ابتداء العزم على الهجرة كان في المحرم؛ إذ البيعة كانت في أثناء ذي الحجة، وهي مقدمة الهجرة، فكان أولُ هلال استُهل به بعد البيعة والعزم على الهجرة هلالَ المحرم، فناسب أن يُجعل مبتدأ
“Para sahabat mengakhirkan awal Hijriyah dari Rabiul Awal ke Muharram karena awal niat hijrah adalah pada Muharram, karena baiat adalah pada bulan Dzulhijjah yang merupakan awal dari hijrah, maka bulan pertama yang digunakan setelah ikrar dan tekad untuk hijrah adalah bulan Muharram, maka sudah sepatutnya untuk memulainya.”
Akhirnya disepakati berdasarkan tahun dimana dulu Nabi Muhammad Saw hijrah. Hanya saja penting untuk dicatat bahwa yang dijadikan patokan bukan harinya, bukan tanggalnya dan bukan juga bulannya, tapi angka tahun kejadiannya.
MenurutUstad Dr. Ahmad Sarwat, Lc bangsa Arab sebelum kedatangan Nabi Muhammad Saw sudah mengenal 12 bulan dalam setahun, dimana bulan yang pertama adalah Muharram. Jadi jauh sebelum era kenabian, bangsa Arab setiap tahun mengalami tanggal 1 Muharram sebagai hari pertama di bulan pertama dalam tahun itu.
Hanya saja budaya bangsa Arab tidak merayakan tanggal 1 Muharram sebagai hari besar. Begitu juga di masa kenabian Muhammad SAW, tanggal 1 Muharram juga tidak dijadikan hari spesial tertentu.
Berikut ini beberapa catatan penting tentang HIJRAH RASULULLAH SAW menurut Ustad Dr. Ahmad Sarwat, Lc, antara lain :
1. Bukan Ibadah Ritual
Ketika Nabi Muhammad Sawberhijrah ke Madinah, latar belakangnya bukan karena hal sakral apalagi sebagai ritual peribadatan. Hijrah di masa kenabian sekedar sebuah teknik, taktik dan strategi untuk menyelamatkan diri dari tekanan kaum musyrikin. Seandainya tidak ada tekanan, pastinya tidak ada hijrah.
Kalau hari ini kita mengaku berhijrah, pertanyaan mendasarnya, Latar belakang dan niatnya apa? Apakah sekarang ini kita ditekan dalam beragama? Kalau memang iya, oleh siapa? Orang kafir? Siapakah orang kafir yang menekan kita sampai kita kudu berhijrah?
Jawabannya pasti tidak sinkron (tidak pas). Itulah kenapa penyematan istilah hijrah di masa kini sejak awal memang tidak pas.
2. Hanya Untuk Kalangan Tertentu
Di masa kenabian perintah hijrah sifatnya hanya berlaku untuk kalangan tertentu saja dan tidak berlaku untuk kalangan yang lain.Yang diperintah berhijrah itu hanya penduduk Mekkah yang saat itu tidak ada yang melindungi. Sementara masyarakat Madinah atau kaum Anshar pastinya tidak diwajibkan berhijrah.
Tidak seluruh pemeluk Islam diperintahkan untuk berhijrah di masa kenabian. Maka ajak-ajakan berhijrah hari ini jadi kurang relevan. Karena hijrah itu khusus buat penduduk Mekkah saja.
Bahkan tidak semua pemeluk Islam di Mekkah diwajibkan hijrah. Ada beberapa penduduk Mekkah yang masuk Islam tapi tidak memungkinkan baginya berhijrah. Salah satunya adalah Puteri Nabi yang bernama Zaenab.
3. Sempat Dihentikan Sementara
Pada waktunya memang ada perintah hijrah, meski sebatas buat penduduk Mekkah yang tertindas. Namun ketika terjadi kesepakatan Hudaibiyah di tahun keenam Hijriyah, Nabi Muhammad Saw justru melarang penduduk Mekkah untuk hijrah ke Madinah.
Ini yang banyak luput dari penyeru istilah hijrah di masa sekarang. Mereka lupa adanya Perjanjian Hudaibiyah yang salah satu isinya justru menghentikan aliran hijrah.
Kalau sudah terlanjur ada yang hijrah, maka Nabi Muhammad Saw wajib memulangkan ke Mekkah. Dan itu langsung terjadi pada Abu Jandal, putera Suhail bin Amar. Dia sudah sampai Madinah untuk hijrah, namun apa boleh buat terpaksa disuruh pulang balik lagi ke Mekkah.
Hari ini kalau pakai pakai istilah hijrah silahkan saja. Tapi ingat bahwa di masa kenabian hijrah malah sempat dihentikan oleh Nabi SAW.
4. Akhirnya Perintah Hijrah Dihapuskan
Perjanjian Hudaibiyah yang menghentikan sementara perintah hijrah direncanakan berlaku untuk jangka waktu sepuluh tahun. Setelah itu akan dievaluasi.
Tapi baru berusia 2 tahun, ternyata sekutu Quraisy malah membunuh sekutu kaum muslimin. Maka terjadilah perang Fathu Mekkah di tahun kedelapan. Dan bagaimana nasib perintah berhijrah usai Fathu Mekkah?
Ternyata seusai pembebasan kota Mekkah, justru perintah hijrah dihapuskan oleh Nabi Muhammad Sawuntuk selama-lamanya. Dalam kitab Shahih Bukhari, Nabi SAW menegaskan sudah tidak ada lagi perintah hijrah :
عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ قالَ: قالَ النَّبِيُّ ﷺ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ: «لاَ هِجْرَةَ ولَكِنْ جِهادٌ ونِيَّةٌ، وإذا اسْتُنْفِرْتُمْ فانْفِرُوا
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi SAW bersabda ketika Fathu Mekkah,”Tidak ada lagi hijrah setelah Fathu Mekkah. Yang tetap terus diwajibkan adalah jihad dan niat. Bila kalian diperintah untuk berangkat maka berangkatlah”. (HR. Bukhari)
Jadi istilah Hijrah bukan untuk orang yang berubah dari maksiat ke kebaikan. Sebut saja insyaf, tobat, dapat hidayat, atau reborn!
*) Arif Sulfiantono untuk NGOPI, Ngaji Ahad Malam Masjid Baiturachim tanggal 24 Juli 2022